Type Here to Get Search Results !

AQIDAH IMAM SUFYAN ATS-TSAURI RAHIMAHULLAHU

 

Syu’aib bin Harb berkata: Aku berkata kepada Abu Abdillah Sufyan bin Said Ats-Tsauri: Ajarkanlah kepadaku tentang As-Sunnah (aqidah) yang Allah akan memberikan manfaat kepadaku dengannya. Apabila aku menghadap kepada Allah (pada hari kiamat) dan Dia bertanya kepadaku: Darimana engkau mengambil aqidah ini? Aku akan mengatakan: Wahai Rabbku, yang mengajariku aqidah ini adalah Sufyan Ats-Tsauri dan aku menerimanya. Maka aku akan selamat dan engkau akan diminta pertanggungjawaban.

Sufyan berkata: Wahai Syu’aib, ini adalah penegasan (tentang aqidah) maka tulislah:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang

1. Al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk, dari-Nya berasal dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa yang menyelisihi hal ini, maka dia kafir.

2. Iman adalah ucapan, perbuatan dan niat, bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Tidaklah cukup ucapan tanpa perbuatan dan tidak cukup ucapan dan perbuatan tanpa niat. Dan tidak cukup ucapan, perbuatan, dan niat tanpa mengikuti sunnah.

Syu’aib berkata: Wahai Abu Abdillah, bagaimana mengikuti As-Sunnah? Sufyan berkata:

3. Mengutamakan Asy-Syaikhain Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma. Wahai Syu’aib, tidak akan bermanfaat bagimu apa yang engkau tulis hingga engkau mengutamakan Utsman dan Ali radhiyallahu ‘anhuma daripada orang-orang yang datang setelah mereka.

4. Wahai Syu’aib bin Harb, tidak akan bermanfaat bagimu apa yang engkau tulis hingga engkau tidak menvonis seorangpun dengan surga dan neraka kecuali bagi 10 orang (sahabat nabi radhiyallahu ‘anhum) yang telah dijanjikan (masuk Surga) oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semuanya dari Quraisy.

5. Wahai Syu’aib bin Harb, tidak akan bermanfaat bagimu apa yang engkau tulis hingga engkau berpendapat bahwa mengusap Al-Khuffain (sepatu dari kulit yang menutupi kedua mata kaki) tanpa melepaskannya lebih benar (sunnah) daripada engkau mencuci kedua kakimu.

6. Wahai Syu’aib bin Harb, tidak akan bermanfaat bagimu apa yang engkau tulis hingga engkau meyakini bahwa melirihkan bacaan (بسم الله الرحمن الرحيم) pada waktu shalat lebih utama daripada engkau menjaharkannya.

7. Wahai Syu’aib bin Harb, tidak akan bermanfaat bagimu apa yang engkau tulis hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang jelek, yang manis maupun yang pahit, dan itu semuanya dari Allah. Wahai Syu’aib bin Harb, demi Allah apa yang diucapkan oleh kelompok Qadariyah itu tidak pernah dikatakan oleh Allah, para malaikat, para nabi, para penghuni surga, para penghuni neraka, bahkan tidak pernah dikatakan oleh saudara mereka Iblis -semoga Allah melaknatnya-.

Allah berfirman:

أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah ‘yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jâtsiyah: 23)

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwîr: 29)

Para Malaikat berkata:

قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ

“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)

Nabi Musa alaihissalam berkata:

تُضِلُّ بِهَا مَن تَشَآءُ وَتَهۡدِي مَن تَشَآءُۖ

“Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki.” (QS. Al-A’râf : 155)

Nabi Nuh alaihissalam berkata:

وَلَا يَنفَعُكُمۡ نُصۡحِيٓ إِنۡ أَرَدتُّ أَنۡ أَنصَحَ لَكُمۡ إِن كَانَ ٱللَّهُ يُرِيدُ أَن يُغۡوِيَكُمۡۚ هُوَ رَبُّكُمۡ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ

“Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika Aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Hûd: 34)

Nabi Syu’aib alaihissalam berkata:

وَمَا يَكُونُ لَنَآ أَن نَّعُودَ فِيهَآ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّنَاۚ وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَيۡءٍ عِلۡمًاۚ

“Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’râf: 89)

Baca juga: Mukadimah aqidah Washitiyah

Para penghuni surga berkata:

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهۡتَدِيَ لَوۡلَآ أَنۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُۖ

“Segala puji bagi Allah yang Telah menunjuki kami kepada (surga) ini. dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” (QS. Al-A’râf: 43)

Para penghuni api neraka berkata:

قَالُواْ رَبَّنَا غَلَبَتۡ عَلَيۡنَا شِقۡوَتُنَا وَكُنَّا قَوۡمٗا ضَآلِّينَ

“Ya Tuhan kami, kami Telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Mukminûn: 106)

Berkata saudara mereka (Qadariyah), yaitu Iblis -semoga laknat Allah atasnya:

رَبِّ بِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي

“Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat.” (QS. Al-Hijr: 39)

8. Wahai Syu’aib, tidak bermanfaat bagimu apa yang engkau tulis hingga engkau berpendapat (diwajibkannya) shalat di belakang (pemimpin) yang baik maupun yang jelek. Berjihad (di belakang pemimpin kaum muslimin) berlaku sampai hari kiamat serta bersabar di bawah bendera mereka yang zhalim maupun yang adil. Syu’aib berkata: Wahai Abu Abdillah, apakah semua shalat? Sufyan berkata: Tidak, akan tetapi shalat jumat dan shalat Idul Fitri serta Idul Adha. Shalatlah di belakang (pemimpin) yang engkau jumpai. Adapun shalat yang lainnya, maka terserah kepadamu. Dan jangan engkau shalat melainkan di belakang orang yang engkau percayai dan engkau mengetahui bahwa dia dari Ahlussunnah wal Jamaah.

Wahai Syu’aib bin Harb, apabila engkau berjumpa dengan Allah (pada hari kiamat) dan Dia bertanya kepadamu tentang aqidah di atas, maka jawablah: Wahai Rabbku, yang mengajariku aqidah ini adalah Sufyan bin Said Ats-Tsauri. Kemudian tinggalkan aku dengan Rabbku.

____

[*] Diterjemahkan oleh Abu Nafisah Abdurrahman Thoyyib dari kitab Syarhu Ushûl I’tiqâd Ahlussunnah Wa Al-Jamâah Min Al-Kitâb Wa As-Sunnah Wa Ijmâ’ Ash-Shahâbah Wa At-Tâbi’în Min Ba’dihim 1/170-173 oleh Imam Al-Lalikai (Wafat 418 H) tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’ad bin Hamdan Al-Ghamidi cetakan Keenam Dâr Thayyibah, Riyadh – Arab Saudi. 

Sumber: https://abdurrahmanthoyyib.com/

Materi aqidah ini diambil dari kitab Syarah Ushul I’Tiqad Ahlussunah wal Jama’ah yang ditulis oleh Imam Al Lalika’i. Yang mana pada jilid pertama, halaman 170 beliau mencantumkan sebuah bab yang berjudul, “Riwayat-Riwayat dari Salaf Tentang Aqidah Ahlussunnah”. Maka ini hanya sekedar meneruskan perjalanan aqidah para salafush shalih.

Aqidah Imam Sufyan Ats Tsauri

Poin pertama yang diucapkan oleh Imam Sufyan Ats Tsauri adalah, “Al-Qur’an adalah kalamullah dan bukan makhluk. DariNya berasal dan kepadaNyalah akan kembali. Barang siapa yang mengatakan selain ini, maka dia kafir.” Ini adalah aqidah salaf yang selalu ada dalam kitab-kitab aqidah. Ini semua dalam rangka pembelaan terhadap hak Allah subhanahu wa ta’ala. Yang mana secara umum, para salafush shalih sangat amat memperhatikan hak Allah lebih dari hak-hak yang lainnya. Kalau ada yang mengusik hak Allah, mereka pasti berada dibarisan terdepan untuk membela hak Allah. Diantaranya adalah membela sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala, juga tentang masalah Al-Qur’an.

Pada zaman itu muncul kelompok Jahmiyyah yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk. Maka para ulama salaf berbondong-bondong untuk membantah ucapan tersebut dengan mencantumkannya dalam kitab-kitab aqidah mereka. Keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah ini sebagaimana yang Allah firmankan:

وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّـهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ ﴿٦﴾

“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah[9]: 6)

Ini yang harus kita yakini bersama dan firman Allah kalamullah adalah sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Namanya sifat Allah tidak sama dengan sifat makhluk. Makhluk berbicara, Allah berbicara, namun hakikat keduanya tidak sama. 

Sumber: https://www.radiorodja.com/

Biografi Sufyan Ats Tsauri

By Mega Aprila Lc

Umat Islam sangat butuh untuk mengetahui perjalanan hidup para pendahulunya, agar jejak keteladanan hidup mereka bisa menular kepada pribadi yang mengetahuinya. Semakin kita terbiasa dengan kisah-kisah perjalanan hidup mereka beserta keutamaan-keutamaannya, maka sedikit demi sedikit kita akan mengikuti jejak kebaikan mereka. Karena input yang baik yang terekam dalam alam bawah sadar kita akan menghasilkan output berupa perilaku yang baik pula.

Dialah Sufyan Ats Tsauri yang akan kita bahas kali ini, seorang Ulama besar pada zamannya, Imam dalam fikih, Amirul Mukminin dalam hadits. Namanya begitu tak asing bagi para pecinta ilmu, karena beliau adalah tokoh ilmu itu sendiri.

Namanya adalah Sufyan bin Sa’id bin Masruq bin Habib Ats Tsauri rahimahullah ta’la, berasal dari qabilah Tsaur bin Abdul Manat, yang merupakan bagian dari qabilah Mudhar. Beliau dilahirkan di Kufah pada tahun 97 H dan dibesarkan disana.

Beliau mulai mengambil ilmu dari ayahnya Sa’id bin Masruq, seseorang periwayat hadits yang memiliki derajat tsiqah, ayahnya juga mengambil riwayat hadits dari enam ulama kibar penulis Kutubus Sittah. Sa’id bin Masruq adalah sahabat dari Asy Sya’bi. Sedangkan kakeknya Masruq pernah ikut dalam perang Jamal bersama ‘Ali bin Abi Thalib.

Kedua orang tua Sufyan Ats Tsauri menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu. Seperti kita ketahui ayahnya adalah seorang ahli hadits, beliau banyak meriwayatkan hadits kepada anak-anaknya. Sedangkan ibunya turut andil pula dalam mendukung anak-anaknya menuntut ilmu, dia mampu menghasilkan uang dari syair-syair yang dibuatnya dan dia infakkan untuk menopang kebutuhan anaknya dalam rangka menuntut ilmu.

Hafalannya

Sufyan Ats Tsauri dikenal memiliki daya ingat yang luar biasa, orang-orang mengatakan bahwa Suftyan Ats Tsauri lebih kuat hafalannya dibandingkan dengan Malik bin Anas dan Asy Sya’bi, beliau sendiri berkata: “Tidaklah aku mengingat sesuatu kemudian aku melupakannya”.

Beliau rahimahullah telah menghafal sekitar 30.000 hadits selama hidupnya. Beliau benar-benar telah menghabiskan usianya untuk menuntut ilmu dan menghafalkan hadits, sampai pada detik-detik kematiannya-pun beliau masih menulis hadits yang didengar dari orang yang menjenguknya. Beliau telah melakukan safar dari Kufah ke Mekah dan Madinah demi menuntut ilmu.

Sufyan Ats Tsauri memiliki kebiasaan membagi waktu malam menjadi dua bagian; pertama, untuk membaca Al-Qur’an dan qiyamul lail, dan yang kedua untuk membaca hadits dan menghafalnya. Maka tak heran dengan kemampuan daya ingatnya yang luar biasa ditambah kebiasaan menghafal hadits setiap malamnya membuat beliau mampu mengahafal lebih dari 30.000 hadits.

Ahli Ibadah

Diriwayatkan dari Yusuf bin Asbath  rahimahullah ta’ala beliau menceritakan bahwa suatu hari Sufyan Ats Tsauri memintanya untuk mengambilkan air wudhu, kemudian diambilkanlah air wudhu untuknya, beliaupun mengambil air tersebut dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya diletakkan dipipinya sambil merenung. Yusuf berkata : Kemudian aku tidur, lalu bangun ketika sudah masuk waktu fajar, dan saya kembali melihat tangan Ats Tsauri masih memegang air wudhu tadi, akupun berkata kepadanya, “Fajar sudah terbit!”, Sufyan Ats Tsauri  berkata, “Saya masih saja memikirkan tentang akhirat sampai sekarang semenjak kau memberiku air wudhu ini”

Sufyan Ats Tsauri adalah ahli qiyamul lail, beliau melakukan shalat sepanjang malam sampai waktu subuh sampai kakinya bengkak. Setelah melakukan sholat malam beliau selalu mengangkat kakinya dan menyandarkannya di tembok supaya aliran darah pada kakinya bisa kembali normal.

Dan diriwayatkan dari ‘Ali bin Al Fudhail : “Aku telah melihat Ats Tsauri sedang melakukan sujud (di masjidil haram), kemudian saya melakukan thawaf sebanyak 7 kali sebelum dia mengangkat kepalanya dari sujud”

Ibnu Mahdi berkata, “Aku tidak bisa mendengar tilawah Sufyan karena dia banyak menangis”

Kekhusyuan Sufyan Ats Tsauri dalam beribadah telah masyhur dikalangan orang-orang yang mengenalnya, Qubaishah berkata : “Tidaklah saya berada satu majelis dengan Sufyan kecuali saya akan teringat kepada kematian, dan saya tidak pernah melihat seseorang yang paling mengingat mati daripada dia”.

Menolak Jabatan Sebagai Hakim

Sufyan Ats Tsauri hidup pada masa 2 khalifah Abbasiyah : Abu Ja’far Al Manshur dan Al Mahdi. Al Manshur menawarkan kepadanya untuk menjadi hakim, namun sang Imam menolaknya. Alasan beliau menolak jabatan tersebut adalah karena beliau adalah orang yang sangat tidak bisa melihat kemungkaran dihadapannya. Ats Tsauri berkata, “Sesungguhnya jika aku melihat sesuatu yang wajib bagiku untuk mengatakan kebenarannya, namun tidak bisa aku lakukan, maka aku bisa kencing darah (sangking sedihnya)”.

Menduduki jabatan sebagai hakim khalifah artinya ia akan hidup dekat dengan istana dan akan melihat banyak hal yang bertentangan dengan prinsipnya dan ia akan merasa sangat sedih akan hal itu.

Al Manshur terus meminta dan menekan Ats Tsauri agar bersedia menjadi hakimnya, namun Ats Tsauri tetap bersikeras menolaknya. Mengetahui penolakan dari Ats Tsauri, Al Manshur-pun mengeluarkan perintah untuk menangkapnya, dan bagi yang bisa menangkapnya akan diberi hadiah sebanyak sepuluh ribu dirham. Mengetahui hal tersebut Ats Tsauri pun pergi melarikan diri menuju Yaman.

Sufyan Ats Tsauri dalam masa pelariannya telah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, diantaranya ke Yaman, Bashrah, Iran dan Hijaz. Dalam masa pelariannya beliau tetap istiqomah menuntut ilmu.

Ada kisah menarik yang diriwayatkan oleh Abu Ahmad Az Zubairy tentang ujian yang menimpa Sufyan Ats Tsauri ketika melakukan pelarian ke Yaman. Dikisahkan bahwa Sufyan Ats Tsauri dituduh sebagai pencuri oleh sekelompok orang, kemudian orang-orang tersebut membawanya ke hadapan pemimpin Yaman yaitu Ma’an bin Zaidah.

Orang-orang itu berkata kepada Ma’an, “Dia telah mencuri sesuatu dari kita”

Sufyan Ats Tsauri menjawab, “Aku tidak mencuri apa-apa”

Ma’an berkata, “Minggirlah kalian sehingga aku bisa menginterogasinya”

“Siapa namamu?”

“Abdullah bin Abdur Rahman (Hamba Allah anak dari Hamba Ar Rahman)”, jawab Ats Tsauri menyembunyikan identitasnya.

“Demi Allah, sebutlah nasabmu!” desak Ma’an

“Aku Sufyan bin Sa’id bin Masruq”

“Ats Tsauri?”, tanya Ma’an memastikan.

“Ya, Ats Tsauri”

“Engkau adalah buronan Amirul Mukminin!”

“Ya, benar”

Ma’an berpikir sejenak kemudian berkata, “Jika engkau mau menetaplah disini, dan jika tidak kau bisa pergi kapanpun yang kau mau. Demi Allah, seandainya engkau bersembunyi dibawah telapak kakiku aku tidak akan mengangkatnya” maksudnya adalah saya tidak akan menyerahkanmu dan akan melindungimu.

Sedangkan ketika pelariannya di Bashrah beliau bersembunyi sebagai tukang kebun, beliau menjaga hasil kebun dengan amanah. Suatu ketika para pemungut zakat datang menghampirinya,

“Siapa anda wahai syaikh?”

“Penduduk Kufah”, jawab Ats Tsauri.

“Menurutmu mana yang lebih manis, ruthab Bashrah atau ruthab Kufah?”,

“Saya belum pernah merasakan ruthab Bashrah”, sahut Ats Tsauri

“Anda bohong!”, timpalnya tak percaya.

Kemudian Si pemungut zakat inipun menceritakan kejadian menakjubkan tersebut kepada pemimpinnya, dan berkatalah sang pemimpin, “celakalah kamu, jika perkataanmu benar, maka sesungguhnya dia adalah Sufyan Ats Tsauri, tangkaplah dia dan kita serahkan kepada Amirul Mukminin agar kedudukan kita menjadi semakin dekat dengannya!”

Sedangkan pada masa kekhalifahan Al-Mahdi, Sufyan Ats Tsauri mendapat surat undangan ke istana. Ternyata sang khalifah ingin mengangkat Sufyan Ats Tsauri menjadi gubernur Kufah. Surat itu ia terima, namun ketika melewati sungai Dajlah, surat itu ia buang ke dalam sungai. Kemudian Sufyan melarikan diri ke Makkah lalu Basrah. Al-Mahdi pun kemudian menetapkan Sufyan Ats Tsauri sebagai buronan. Sufyan Ats Tsauri terus menjadi buronan hingga akhir hayatnya pada tahun 161 H.

Karomah Sufyan Ats Tsauri

Pada tahun 158 H Sufyan Ats Tsauri pergi menuju Mekkah untuk bersembunyi ditengah-tengah para ahli hadits sekaligus melaksanakan haji. Al Manshur yang pada tahun itu juga akan melaksanakan haji mendengar kabar bahwa Sufyan Ats Tsauri berada di Mekkah, dia kemudian mengutus para tukang kayu untuk menangkap Ats Tsauri, dia kemudian mengeluarkan perintah, “Jika kalian melihat Sufyan Ats Tsauri, maka saliblah dia!”.

Datanglah para tukang kayu itu ke Mekkah, kemudian memancangkan pasak-pasak kayu untuk menyalib Sufyan Ats Tsauri dan dipanggillah Sufyan Ats Tsauri, dan mereka berkata, “Wahai Abu Abdillah, bertakwalah kepada Allah!, jangan sampai musush-musuh mencemooh kita!”. Kemudian Ats Tsauri mendekat ke pelindung Ka’bah dan berdoa, kemudian Ats Tsauri pun ditangkap.

Hampir saja Sufyan Ats Tsauri dieksekusi, namun datang kabar bahwa Al Manshur sakit di tengah perjalanan menuju Mekkah dan meninggal disana. Dia dikuburkan di antara Al Hajun dan Bi’ru Ma’unah.

Akhirnya Sufyan Ats Tsauri pun terbebas dari eksekusi itu.

Pendapat Para Ulama tentang Sufyan Ats Tsauri

Yahya Al Qaththan berkata, “Sufyan Ats Tsauri lebih unggul daripada Malik dalam hal apapun”

Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Tidaklah aku temukan orang yang lebih paham tentang halal dan haram kecuali Sufyan Ats Tsauri”

Beliau juga berkata, “Sufyan Ats Tsauri pada zamannya seperti Abu Bakar dan Umar pada zamannya”

Abu Hanifah berkata, “Seandainya Sufyan Ats Tsauri hidup pada masa tabi’in, pasti dia memiliki kedudukan diantara mereka”

Telah berkata Syu’bah, Ibnu ‘Uyainah, ‘Ashim, Yahya bin Mu’in, dan lainnya, “Sufyan Ats Tsauri adalah Amirul Mukminin dalam bidang hadits”

Ibnu Mahdi berkata, “Mataku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari keempat orang ini : tidaklah ada orang yang lebih kuat dalam menghafal hadits daripada Sufyan Ats Tsauri, dan yang lebih zuhud daripada Syu’bah, dan yang lebih baik akalnya daripada Malik, dan yang lebih bijak dalam menasehati daripada Ibnul Mubarak”.

Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat para ulama mengenai Sufyan Ats Tsauri.

Masyayikh dan Murid-Muridnya

Disebutkan bahwa jumlah masyayikh Sufyan Ats Tsauri sekitar 600 orang, dan para pembesar gurunya adalah mereka yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Jarir bin Abdillah, Ibnu Abbas dan lainnya.

Sufyan meriwayatkan hadits dari ayahnya, dan diantaranya beliau juga meriwayatkan dari Abu Ishaq Asy-Syaibani, Abdul Malik bin Umair, Abdurrahman bin ‘Abis bin Rabi’ah, Ismail bin Abu Khalid, Salamah bin Kuhail, Tharik bin Abdirrahman, Al-Aswad bin Qais, Bayan bin Bisyr, Jami’ bin Abi Rasyid, Habib bin Abi Tsabit, Husain bin Abdirrahman, al A’masy, Manshur, Mughirah, Hammad bin Abi Sulaiman, Zubaid al Yami, Shaleh bin Shaleh bin Haiyu, Abu Hushain, Amr bin Murrah, ‘Aun bin Abi Jahifah.

Ibnul Jauzi mengatakan jumlah yang meriwayatkan hadits dari beliau, ada sekitar 20.000 orang, namun hal ini disanggah karena tidak ada perawi hadits yang lebih banyak dibandingkan yang meriwayatkan hadits dari Malik bin Anas, sedangkan jumlahnya hanya 1.400.

Diantara ulama-ulama yang meriwayatkan hadits dari Sufyan Ats Tsauri adalah Al A’masy, Ibnu ‘Ajalan, Ibnu Juraij, Ja’far Ash Shadiq, Abu Hanifah, Al Auza’I, Syu’bah, Ma’mar, Qubaishah, Malik bin Anas dan Saudaranya Mubarak bin Sa’id.

Karya-Karyanya

  1.     Kitab Al Jami’ Al Kabiir (kitab hadits)
  2.     Kitab Al Jami’ Ash Shagiir (kitab hadits)
  3.     Kitab Fi Al Faroidh

Madzhab Ats Tsauri

Imam Ats Tsauri adalah pemilik madzhab Ats Tsauri, madzhab Ats Tsauri sendiri sebenarnya mirip dengan madzhab Hanafi.

Setelah Sufyan Ats Tsauri wafat madzhabnya dilanjutkan oleh murid-muridnya, yang terkenal adalah Yahya Al-Qattan. Meski begitu mazhab Ats-Tsauri tetap tidak berhasil bertahan karena pengikut generasi setelahnya tidak banyak yang menjadi terkenal. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa madzhab Ats Tsauri sampai hari ini masih diikuti di wilayah Khurasan. Walaupun madzhabnya sudah tidak dikenal pada hari ini, pemahaman fiqihnya terkhusus periwayatan haditsnya sangat dihargai di dalam Islam dan mempengaruhi seluruh mazhab yang ada.

Diantara Untaian Hikmah Perkataannya

“Zuhud itu bukanlah dengan memakan makanan yang keras dan memakai pakaian kasar, akan tetapi zuhud itu adalah tidak panjang angan-angan dan merasa kematian selalu mengintainya”

“Harta adalah penyakit umat ini, dan seorang Ulama adalah tabibnya. Jika Ulama mengambil penyakit (harta) untuk dirinya sendiri, lantas bagaimana dia mampu menyembuhkan manusia?”

“Kami tidak mengetahui adanya sesuatu amalan yang lebih utama daripada menuntut ilmu dengan niat (ikhlas)”

Wafatnya

Ibnu Mahdi meriwayatkan, bahwa suatu malam Sufyan menderita sakit di perutnya, kemudian dia berwudhu pada malam itu sebanyak 60 kali sampai dia merasa yakin, kemudian Sufyan turun dari tempat tidurnya dan meletakkan pipinya ke tanah, dan dia berkata, “Wahai hamba Yang Maha Pengasih, betapa sengsaranya kematian itu”. Dan ketika wafat, aku yang memejamkan matanya. Kemudian orang-orangpun berdatangan pada tengah malam.

Sufyan Ats Tsauri wafat pada bulan Sya’ban tahun 161 H di Bashrah. Sedangkan Khalifah Al Mahdi menganggap bahwa Sufyan meninggal pada tahun 162 H. Ia meninggal dalam pelariannya dari khalifah Al Mahdi.

Jenazah Sufyan Ats Tsauri rahimahullah  dimandikan oleh Abdullah bin Ishaq Al Kinani. Sebelumnya  Sufyan Ats Tsauri telah  memberikan wasiat kepada Abdurrahman bin Abdul Malik, agar menyalatinya ketika ia meninggal. Abdurrahman pun memenuhi wasiatnya tersebut dengan menyalatinya bersama penduduk Bashrah. Kemudian jenazah Sang Imam pun disemayamkan pada waktu isya.

Referensi:

  1. Siyar A’lam An Nubala Li Adz Dzahabi
  2. Tarikh Al Khulafa Li As Suyuthi
  3. Sirah Sufyan Ats Tsauri, Maktabah Syamilah
  4. Dan lain-lain

Sumber: https://kajiansyariah.com/